Ini adalah kondisi saat hutan di Kabupaten Sambas Kalimantan Barat beralih menjadi lahan kosong pasca pembukaan lahan dan kebakaran hutan yang terus terjadi hingga saat ini.Simak videonya di bawah ini
Lada yang biasa disebut juga dengan merica atau sahang adalah tanaman yang kaya akan
kandungan kimia seperti minyak lada, minyak lemak, dan juga pati. Lada bersifat sedikit pahit,
pedas dan hangat. Rasa pedas lada diakibatkan oleh adanya zat piperin, piperanin, dan chavicin
yang merupakan persenyawaan dari piperin dan semacamalkaloid. Chavicin banyak terdapat
dalam daging biji lada dan tidak akan hilang meskipun dijemur hingga kering.
Lada selain sebagai bumbu dapur juga digunakan sebagai obat tradisional maupun modern. ia
memiliki khasiat sebagai stimulan pengeluaran keringat, pengeluaran angin, peluruhan air seni,
peningkatan nafsu makan, peningkatan aktivitas kelenjer pencernaan, dan percepatan pencernaan
zat lemak. Selain itu, biji lada juga dipakai untuk ramuan obat reumatik.
Saat ini lada banyak ditanam hampir di seluruh Indonesia termasuk di kabupaten Sambas
Kalimantan Barat.
Tumbuhan dengan nama ilmiah Piper Nigrum ini memiliki sebutan sebagai
Raja Rempah-Rempah. Meskipun demikian, gelar tersebut tidak membuat harga lada gagah
seperti sebutannya. Pasalnya saat ini harga lada di pasaran di wilayah kabupaten Sambas jauh
menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. yakini untuk lada putih yang pernah mencapai
harga 200ribu rupiah per kilogram, saat ini hanya kisaran 45 hingga 47 ribu rupiah per kilogram.
sementara untuk lada hitam kisaran harga 15 hingga 17 ribu rupiah per kilogram.
Saat ini banyak petani di kabupaten Sambas memilih menyimpan lada putih daripada dijual
mengingat harga di pasaran masih rendah. sementara itu banyak pula petani lebih memilih
mengolah lada menjadi lada hitam daripada lada putih. untuk lada hitam dan lada putih berasal
dari lada biasa yang dipetik ketika sudah matang. Namun yang membedakannya adalah dari segi
pengolahannya. untuk lada putih misalnya, ketika lada baru dipetik, ia harus direndam di dalam
air selama kurang lebih 14 hari agar kulit arinya mengelupas. Ketika kulit ari sudah terkelupas,
lada dibersihkan dan dijemur hingga kering. sementara untuk membuat lada hitam, lada yang
baru dipetik langsung dijemur hingga kering tanpa harus direndam terlebih dahulu.
Sekilas buah ini seperti buah salak. Kulitnya bersisik dengan warna merah atau kuning. Buahnya
terbungkus oleh kulit yang keras dan tajam. Sementara rasanya sangat asam mengalahkan rasa
asam pada mangga muda bahkan cuka!
Buah tersebut dikenal oleh masyarakat kabupaten
Sambas sebagai buah Semaram. Buah ini terkenal karena rasanya yang asam namun tetap
digemari. Keasaman buah ini konon diklaim sebagai buah paling asam di dunia.
Semaram bukanlah tanaman yang dibudidayakan. Ia tumbuh subur di hutan pada area yang
memiliki persediaan air tanah yang cukup tinggi. Kadang ia juga tumbuh subur di pinggir kanal
alam. Ia merupakan tumbuhan yang hidup berumpun dengan tinggi lebih dari 5 meter. Daunnya
lebar dan panjang seperti daun salak. Sementara batangnya berduri dan bewarna putih
kekuningan. Sedangkan buahnya bulat bersegi dan bewarna kuning atau merah marun.
Buah ini memiliki daya tarik tersendiri karena rasanya yang asam ternyata justru menjadi
pemikat untuk orang mencobanya. Hal itu dapat dibuktikan ketika seseorang memakan buah ini
di depan orang lain, maka orang yang melihatnya akan sangat ingin mencoba menyantapnya.
Aneh tapi itulah faktanya buah semaram ini memang mampu membuat anda ngiler!!
Buah semaram dimanfaatkan untuk manisan atau bahan campuran pada masakan terutama ketika
memasak ikan. Untuk dijadikan manisan, buah semaram terlebih dahulu dikupas, dicuci hingga
bersih dan direbus. Kemudian buah tersebut direndam dengan gula atau pemanis buatan selama
beberapa hari agar rasa asamnya hilang. Selanjutnya manisan semaram bisa dinikmati langsung
atau dijadikan tambahan pada es buah.
Cakar Elang atau dikenal oleh masyarakat dengan nama kaik-kaik merupakan tumbuhan liar
yang hidup subur di hutan tropis Indonesia. Tumbuhan ini biasanya dapat ditemukan di daerah
gambut dan berair. Cakar Elang memiliki banyak dahan pada batangnya sehingga membuat
tumbuhan ini terlihat rimbun. Bentuk daunnya lebar dan meruncing pada ujungnya. Pada daun
mudanya akan bewarna merah kecokelatan. Sementara pada batangnya terdapat cakar yang
menggantung seperti cakar pada elang. Cakar inilah yang dimanfaatkan sebagai obat herbal di
Indonesia.
Cakar elang saat ini banyak dicari oleh pembeli untuk dipasarkan kembali. Harga jualnya juga
cukup tinggi yaitu sekitar 40ribu rupiah per kilogram untuk cakar elang yang sudah kering.
Konon cakar elang memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh yaitu menurunkan kadar gula dalam
darah. Sehingga penderita diabetes sangat disarankan untuk mengkonsumsi cakar elang ini.
Untuk memanfaatkan cakar elang sebagai bahan pengobatan harus melalui beberapa proses yaitu
pemilihan cakar elang dan penjemuran terlebih dahulu. Cakar elang yang dapat dimanfaatkan
adalah yang masih muda dan bewarna kehijauan. Selanjutnya dilakukan penjemuran hingga
kering dan dilanjutkan dengan merebus cakar elang hingga air mendidih. Kemudian air rebusan
cakar elang dapat dinikmati sebagai obat herbal.
Melihat manfaat dan nilai ekonomi yang dimiliki cakar elang, maka tumbuhan ini memiliki
potensi sebagai penambah pendapatan masyarakat di daerah. Ditambah lagi untuk mendapatkan
cakar elang sangatlah mudah karena ia tumbuh subur di hutan Indonesia.
Simak video liputannya di bawah ya
Sumber foto: pontianakpost |
Warga Sambas dihebohkan dengan penemuan meriam kuno di Tangga Emas Desa Saing
Rambi kecamatan Sambas Kabupaten Sambas Kalimantan Barat pada 20 November 2019 lalu.
Meriam yang diduga milik kerajaan Sambas pada zaman dahulu ini di temukan oleh warga
setempat. Menariknya penemuan meriam kuno ini dikaitkan dengan hal-hal berbau mistis
sehingga dilakukan ritual tertentu agar meriam seberat 3,1 ton ini bisa dinaikan ke daratan.
Meskipun demikian beberapa fakta menarik patut anda simak terkait penemuan meriam kuno
yang menghebohkan masyarakat kabupaten Sambas tersebut.
Fakta pertama:
- Meriam Kuno ini pertama kali ditemukan oleh Herman, Alim dan Misno pada Rabu tanggal 20
November 2019.
Herman, Alim dan Misno beserta rombongan sekitar 10 orang mencari kayu di dasar
sungai Tangga Emas. Herman, Alim dan Misno adalah tiga orang yang melakukan penyelaman.
Saat menyelam mereka menemukan meriam tersebut.
Fakta Kedua
-Perlu Waktu dua jam untuk menaikan meriam ke permukaan air
Pada pukul 16.00 herman dan kawan-kawan berusaha menaikan meriam ke permukaan air
namun gagal. kemudian sekitar pukul 18.00 meriam mulai bisa dinaikan ke permukaan air.
Sumber foto :kemdikbud |
Fakta Ketiga
-Meriam ini memiliki berat sekitar 3,1 ton dengan panjang kurang lebih 2.40 meter
Meriam yang memiliki berat sekitar 3,1 ton ini merupakan peninggalan di masa kerajaan
Sambas saat di serang tentara inggris. beberapa diantaranya telah tersimpan di Istana
Alwatzikhoebillah Sambas.
Fakta ke Empat
-Peninggalan dari masa Kesultanan Sambas Saat Diserang Tentara Inggris
Menurut Urai Riza Fahmi selaku Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Sambas, meriam kuno ini merupakan peninggalan dari masa kerajaan
Sambas saat diserang tentara Inggris pada tahun 1812-1813.
Fakta Kelima
-Meriam ini peninggalan di masa pemerintahan Sultan Abu Bakar Tadjuddin I
Masih menurut Urai Riza Fahmi yang juga kerabat keraton Sambas, saat diserang oleh
tentara Inggris pada tahun 1812, pasukan Sultan Sambas yang ke-tujuh, Sultan Abu Bakar
Tadjudin I mengalami kekalahan total karena tidak mampu menahan kecanggihan senjata tentara
Inggris ketika menjajah nusantara.
Fakta ke Enam
-Dusun Tangga Emas Merupakan Benteng Pertahanan Kerajaan Sambas
Sungai yang ada di Dusun Tangga Emas Kecamatan Sambas Kabupaten Sambas
merupakan satu diantara benteng pertahanan yang dimiliki kerajaan Islam Sambas pada zaman
dahulu. Di sepanjang sungai Sambas kecil adalah benteng pasukan perajaan. Tentara Inggris
pada tahun 1812 tidak bisa melewati benteng itu untuk memasuki keraton Sambas. Seperti
diketahui bahwa Keraton Sambas dibangun di depan persimpangan tiga sungai yaitu Sungai
Sambas Kecil, Sungai Subah dan Teberau
Fakta ke Tujuh
-Sudah pernah ditemukan meriam lain sebelumnya
Sebelum penemuan meriam yang menghebohkan pada 20 November 2019 lalu, beberapa
meriam kuno juga telah didapatkan di Sebawi, di Manggis yang semuanya telah disimpan di
keraton Sambas.
Fakta ke Delapan
-Dilakukan ritual menabur beras kuning saat diantarkan ke keraton Sambas.
Masyarakat melakukan ritual menabur beras kuning saat mengantarkan meriam kuno ini ke
Keraton Sambas pada kamis tanggal 21 November 2019. Peletakan meriam di halaman keraton
Sambas selesai dilakukan tepat saat azan zuhur berkumandang.
Simak videonya disini
Simak videonya disini
Pantai Kuta merupakan objek wisata yang paling terkenal serta wisata andalan Pulau Bali. Ia
merupakan lokasi yang menjadi tujuan utama para turis asing yang gemar menikmati teriknya
matahari. Pantai Kuta berada di sebelah selatan Denpasar, Ibu Kota Bali yakni di Kecamatan
Kuta Utara, Kabupaten Badung, sekitar 12 Km dari Kota Denpasar.
Pantai Kuta yang dikenal sebagai pantai matahari terbenam ini memiliki panjang pantai sekitar
1.500 m. Dulunya Pantai Kuta ini merupakan perkampungan nelayan Bali, namun seiring
berkembangnya pariwisata di Bali, Pantai ini pun dijadikan daerah wisata andalan yang pada
akhirnya mengalahkan kepopuleran Pantai Sanur.
Pantai Kuta menawarkan berbagai keindahan bagi para wisatawan nusantara maupun asing.
Misalnya keindahan pasirnya, panorama matahari terbenam atau berselancar. Seperti diketahui
bahwa Pantai Kuta merupakan pantai yang didominasi wisatawan asing yang gemar berjemur
dan menikmati matahari terbenam. Selain itu pula, penggila selancar banyak menghabiskan
waktu di sini karena ombak pantainya yang cukup besar.
Sebagai wisata andalan Pulau Bali, penyediaan fasilitas bagi para pengunjung sangat
diperhatikan oleh pemerintah setempat maupun swasta. Hal itu dapat dilihat dari penyediaan
tempat hiburan malam, berbelanja, penginapan, spa, restoran, yang semuanya berkelas
internasional. Tidak heran jika berkunjung ke Pantai Kuta dan melihat wisatawan yang
mendominasi lokasi objek wisata ini adalah wisatawan asing.
Perkembangan pariwisata Pantai Kuta maupun Bali pernah mengalami masa kesulitan yaitu pada
tahun 2002. Hal itu dikarenakan pada saat itu terjadi Bom Bali I dan II yang mengakibatkan rasa
tidak aman dan ketakutan akan teror yang berdampak pada merosotnya tingkat kunjungan
wisatawan selama hampir 3 tahun. Meskipun demikian, upaya pemerintah Bali yang diikuti
peran serta masyarakat dan swasta kembali membuat rasa percaya wisatawan bahwa Pulau Bali
aman untuk dikunjungi. Hal itu dapat dibuktikan sekarang ini bahwa Pulau Bali kembali menjadi
Surga Pariwisata Indonesia.
Penemuan Meriam Kuno (sumber foto: Pontianak Post) |
Koleksi meriam kuno di Istana Alwatzikhoebillah Kabupaten Sambas Kalimantan Barat kembali bertambah setelah meriam kuno yang ditemukan oleh warga Tangga Emas Desa Saing Rambi ini diserahkan kepada pihak keraton Sambas.
Adalah Herman, Alim dan Misno yang menemukan meriam tersebut saat menyelam untuk mencari kayu di sungai Sambas Kecil, Tangga Emas pada 20 November 2019 lalu. Setelah meriam diangkat ke daratan, meriam kemudian diserahkan kepada pihak Istana Alwatizkhoebillah pada 21 November 2019 untuk diletakan berdampingan dengan meriam sebelumnya yang telah ada di halaman keraton Sambas.
Meriam yang memiliki berat 3,1 ton dengan panjang kurang lebih 2,40 meter ini adalah meriam zaman pemerintahan Sultan ke-7 Sambas yaitu Sultan Abu Bakar Tadjuddin I. Meriam ini menjadi bukti perlawanan kesultanan Sambas saat melawan tentara Inggris yang menyerang Kerajaan Sambas pada 1812-1813 silam.
Seperti diketahui bahwa Sungai Sambas kecil merupakan benteng pertahanan kerajaan Sambas kala itu. Diperkirakan masih ada beberapa meriam di Sungai Sambas kecil yang belum ditemukan.
Bajra Sandi atau Monumen Perjuangan Rakyat Bali ini terletak di Renon, Jalan S. Parman,
Denpasar, Bali atau terletak depan Gedung DPRD Provinsi Bali dan Kantor Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Bali.
Monumen Bajra Sandi didirikan untuk menghormati para pahlawan Bali yang telah gugur dalam
melawan penjajah di masa kemerdekaan Republik Indonesia. Monumen ini juga sebagai
lambang persemaian pelestarian jiwa perjuangan rakyat Bali dari generasi ke generasi dan dari
zaman ke zaman.
Pembangunan Bajra Sandi ini tercetus pada tahun 1980 yang berawal dari ide Dr. Ida Bagus
Mantra yang pada saat itu merupakan Gubernur Provinsi Bali. Kemudian pada tahun 1981
diadakan sayembara untuk desain terbaik monuman tersebut. Dari hasil syembara yang digelar,
Ida Bagus Yadnya yang merupakan seorang mahasiswa Jurusan Aristektur, Fakultas Teknik
Universitas Udayana berhasil memenangkan syembara tersebut. Lalu pada tahun 1988 dilakukan
peletakan batu pertama yang kemudian diikuti dengan pembangunan monument Bajra Sandi.
Selama kurang lebih 13 tahun, pembangunan Bajra Sandi akhirnya dapat diselesaikan yang
disertai dengan peresmiannya oleh Presiden Megawati Soekarno Putri pada tahun 2003 lalu.
Lokasi berdirinya Monumen Bajra Sandi ini dulunya merupakan tempat pertempuran rakyat Bali
dalam melawan pasukan penajajah. Perang tersebut dikenal dengan sebutan ‘’Perang Puputan’’
yang bearti perang habis-habisan. Oleh karena itu untuk menghormati para pahlawan yang telah
gugur itu, didirikanlah Monumen Bajra Sandi ini.
Monumen Bajra Sandi memiliki luas bangunan 4900 m2 dengan luas tanah 138.380 m2. Di
dalam Bajra Sandi ini dapat dilihat beberapa lukisan rakyat Bali yang sedang bertempur
melawan penjajah, lukisan Gusti Ngurah Rai yang merupakan pahlawan nasional asal Bali, serta
terdapat koleksi 17 diorama perjuangan rakyat bali yang memperlihatkan beberapa pertempuran
seperti pertempuran di Pelabuhan Bulelang, Selat Bali, hingga perang Puputan Margarana.
Fasilitas yang tersedia di dalam monumen Bajra Sandi antara lain perpustakaan, stan makanan
khas Bali, kerajinan tangan, kolam ikan dan toilet. Selain itu, tangga yang terdapat di dalam
monumen ini dapat digunakan untuk menaiki bagian atas monumen yaitu menara. Dari atas
menara tersebut, pengunjung dapat melihat pemandangan taman di Monumen Bajra Sandi ini
serta melihat pemandangan kota Denpasar.
Denpasar, Bali atau terletak depan Gedung DPRD Provinsi Bali dan Kantor Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Bali.
Monumen Bajra Sandi didirikan untuk menghormati para pahlawan Bali yang telah gugur dalam
melawan penjajah di masa kemerdekaan Republik Indonesia. Monumen ini juga sebagai
lambang persemaian pelestarian jiwa perjuangan rakyat Bali dari generasi ke generasi dan dari
zaman ke zaman.
Pembangunan Bajra Sandi ini tercetus pada tahun 1980 yang berawal dari ide Dr. Ida Bagus
Mantra yang pada saat itu merupakan Gubernur Provinsi Bali. Kemudian pada tahun 1981
diadakan sayembara untuk desain terbaik monuman tersebut. Dari hasil syembara yang digelar,
Ida Bagus Yadnya yang merupakan seorang mahasiswa Jurusan Aristektur, Fakultas Teknik
Universitas Udayana berhasil memenangkan syembara tersebut. Lalu pada tahun 1988 dilakukan
peletakan batu pertama yang kemudian diikuti dengan pembangunan monument Bajra Sandi.
Selama kurang lebih 13 tahun, pembangunan Bajra Sandi akhirnya dapat diselesaikan yang
disertai dengan peresmiannya oleh Presiden Megawati Soekarno Putri pada tahun 2003 lalu.
Lokasi berdirinya Monumen Bajra Sandi ini dulunya merupakan tempat pertempuran rakyat Bali
dalam melawan pasukan penajajah. Perang tersebut dikenal dengan sebutan ‘’Perang Puputan’’
yang bearti perang habis-habisan. Oleh karena itu untuk menghormati para pahlawan yang telah
gugur itu, didirikanlah Monumen Bajra Sandi ini.
Monumen Bajra Sandi memiliki luas bangunan 4900 m2 dengan luas tanah 138.380 m2. Di
dalam Bajra Sandi ini dapat dilihat beberapa lukisan rakyat Bali yang sedang bertempur
melawan penjajah, lukisan Gusti Ngurah Rai yang merupakan pahlawan nasional asal Bali, serta
terdapat koleksi 17 diorama perjuangan rakyat bali yang memperlihatkan beberapa pertempuran
seperti pertempuran di Pelabuhan Bulelang, Selat Bali, hingga perang Puputan Margarana.
Fasilitas yang tersedia di dalam monumen Bajra Sandi antara lain perpustakaan, stan makanan
khas Bali, kerajinan tangan, kolam ikan dan toilet. Selain itu, tangga yang terdapat di dalam
monumen ini dapat digunakan untuk menaiki bagian atas monumen yaitu menara. Dari atas
menara tersebut, pengunjung dapat melihat pemandangan taman di Monumen Bajra Sandi ini
serta melihat pemandangan kota Denpasar.
Kintamani (sumber foto/koleksi pribadi) |
Bali Selatan.
Kintamani ini berasal dari kata cintia dan asmani. Kata cintia bearti tak terpikirkan yang
menggambarkan kewujudan Tuhan. Sedangkan kata asmani bearti pendeta yang merujuk pada
pengabdian kepada Tuhan. Sehingga Kintamani menjadi tempat untuk melakukan pertapaan oleh
para pendeta Hindu.
Kintamni terkenal karena pemandangan alamnya yang indah yaitu hamparan kaldera
yang hitam dengan dua gunung serta satu danau yang terbesar di Pulau Bali. Gunung dan danau
tersebut adalah Gunung Batur yang memiliki tinggi 1 717 m dan Gunung Abang dengan
tingginya 2 152 m serta Danau Batur.
Gunung Batur merupakan gunung berapi yang masih aktif
dan pernah meletus dengan dahsyatnya pada tahun 1926. Akibat letusan itu terbentuklah kaldera
seluas 13,8 x 10 m. selain itu letusan tersebut juga membentuk Danau Batur seluas 1.607,5 Ha.
Semua keindahan akibat peristiwa alam itu menjadikan Kintamani terkenal di mata wisatawan
nusantara maupun asing.
Selain memiliki pemandangan alam yang eksotis, Kintamani juga masih menyimpan
keunikan lainnya yaitu dipinggiran timur Danau Batur misalnya berdiri sebuah desa yang
memiliki adat tradisi yang cukup menarik. Desa tersebut bernama Desa Trunyan. Desa ini
memiliki adat tradisi yang berbeda dengan masyarakat Bali pada umumnya yakini dari segi
kepengurusan mayat. Jika masyarakat Bali pada umumnya melakukan Ngaben maka masyarakat
Desa Trunyan justru tidak. Jika ada masyarakat Desa Trunyan yang meninggal dunia, mayatnya
tidak akan dibakar melainkan diletakan di atas batu di samping Pohon Tarumenyan. Pohon
tersebut diyakini dapat menyerap bau busuk yang dikeluarkan mayat tersebut. Meskipun begitu,adanya perbedaan adat tersebut karena Desa Trunyan tidak mendapat pengaruh kebudayaan dari
Kerjaan Hindu Majapahit.
Kintamani ini sendiri dikelola oleh beberapa desa yaitu Desa Kedisan, Abang, Kintamani,
dan Kuahan. Meskipun demikian, pengelolaan tersebut tetap di bawah perhatian Pemerintah
Provinsi Bali. Saat ini pemerintah beserta desa adat tersebut sedang memperjuangkan kaldera
yang menghampar luas itu agar diakui oleh UNESCO sebagai warisan sejarah dunia.
Fasilitas yang tersedia di Kintamani ini antara lain area parkir yang cukup luas baik itu
untuk kendaraan pribadi atau bus, restoran yang menyajikan makanan halal, mushola, toilet,
penginapan, serta warung-warung kecil penyedia makanan kecil atau minuman.
Kompleks Pura Besakih merupakan komplek pura terbesar di Provinsi Bali yang terletak
di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karang Asem. Pura Besakih berjarak 60 Km
dari Kota Denpasar dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut. Kompleks Pura Besakih
terdiri 1 pura pusat yaitu Pura Penataran Agung Besakih yang merupakan pura terbesar dengan
tinggi bangunan 17 meter serta 18 pura pendamping yakini 1 pura basukian dan 17 pura lainnya.
Adapun pura pendamping tersebut antara lain, Pura Pesimpangan, Pura Dalem Puri yang
letaknya paling selatan dari Pura Penataran Agung, yaitu di sebelah barat sungai, Pura Manik
Mas, Pura Bangun Sakti, Pura Ulun Kulkul, Pura Merajan Selonding, Pura Goa, Pura Banua
Kawan, Pura Merajan Kanginan, Pura Hyang Haluh (Pura Jenggala), Pura Batu Madeg, Pura
Batu Kiduling Kreteg, Pura Gelap, Pura Pengubengan, Pura Batu Tirtha, dan Pura Batu
Peninjoan.
Menurut sejarahnya, Hyang Resi Markandya yang merupakan seorang pendeta adalah
yang pertama kali menerima wahyu dari Tuhan. Sejak menerima wahyu tersebut, beliau mulai
menyebarkan agama Hindu di Bali. Hal itu menjadi asal muasal adanya agama Hindu di Bali.
Kononnya Hyang Resi Markandya juga membawa serta 8000 rombongannya dari Jawa Timur
untuk menetap di Bali. Oleh karena itu beliau membangun Pura Besakih untuk memohon
keselamatan dan kesejahteraan warga setempat dan pengikutnya kepada sang Tuhan.
Kompleks Pura Besakih ini merupakan pusat semua kegiatan keagamaan di Bali. Satu
diantaranya perayaan Galungan yang diadakan setiap tahun sekali kala bulan Purnama. Perayaan
tersebut dilakukan selama satu bulan penuh secara meriah. Di dalam kompleks Pura Besakih
yang terdapat Pura Penataran Agung menjadi acuan dalam membangun suatu bangunan baik itu
tempat tinggal maupun tempat usaha. Bangunan yang akan dibangun tidak boleh melebihi tinggi
bangunan Pura Agung Besakih yaitu 17 m. Hal itu dikarenakan Pura Agung Besakih merupakanpura tertinggi yang dikhususkan untuk memuja Alam Atas (Dewa). Di kompleks Pura Besakih
ini juga terdapat 3 arca yang merupakan symbol dari sifat Tuhan Tri Murti yaitu, Dewa Brahma,
Wisnu dan Siwa Siwa yang merupakan perlambang Dewa Pencipta, Dewa Pemelihara dan Dewa
Pelebur/Reinkarnasi.
Pura Besakih masuk dalam daftar pengusulan Situs Warisan Dunia
UNESCO sejak tahun 1995.
Keberadaan fisik Pura Besakih, tidak hanya sebagai tempat pemujaan terhadap Tuhan
YME, namun di dalamnya juga memiliki keterkaitan latar belakang dengan makna Gunung
Agung. Sebuah gunung tertinggi di pulau Bali yang dipercaya sebagai pusat Pemerintahan Alam
Arwah, Alam Para Dewata, yang menjadi utusan Tuhan untuk wilayah Pulau Bali dan sekitar.
Sehingga tepatlah kalau di lereng Barat Daya Gunung Agung dibuat bangunan untuk kesucian
umat manusia, Pura Besakih yang memiliki makna filosofis.
Adapun makna filosofis yang terkandung di Pura Besakih tersebut didalamnya
mengandung unsur-unsur kebudayaan meliputi sistem pengetahuan, peralatan hidup dan
teknologi, organisasi sosial kemasyarakatan, ,ata pencaharian hidup, sistem bahasa, agama dan
upacara, dan kesenian.
Cagar Budaya adalah daerah yang kelestarian hidup masyarakat dan peri kehidupannya
dilindungi oleh undang-undang dari bahaya kepunahan. Menurut UU.No.11 tahun 2010, cagar
budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan
cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat
dan atau di air yang perlu dilestarikan keberadaanny karena memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan melalui proses
penetapan.(Wikipedia)
Kabupten Sambas memiliki banyak sekali cagar budaya yang patut dijaga kelestariannya.
beberapa diantaranya telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Indonesia untuk kategori Bangunan yaitu
Istana Alwatzikhoebillah dan Masjid Jamik Sultan Muhammad Tsafioedin II. Meskipun
demikian masih banyak situs cagar budaya yang tidak terawat seperti makam Komandan Overste
Sorg di Bukit Penibung Tanjung Batu, Pemangkat. Overste Sorg adalah komandan pasukan
belanda yang gugur saat membantu Sultan Abu Bakar Tadjuddin II dalam melawan
pemberontakan kongsi cina pada tahun 1850. Selain itu ada beberapa cagar budaya yang justru
hampir terlupakan seperti makam keramat Bujang Nadi dan Dare Nandung di Bukit Sebedang,
Kota Lama yang dulu pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan Sambas yang bercorak hindu
yang dipimpin oleh Ratu Sepudak, serta makam datok Kullup di Bukit Piantus yang perlu
mendapat penanganan segera agar tidak punah.
Pendopo Makam Datok Kullup |
Tulisan kali ini adalah menyoroti Makam Datok Kullup yang berada di bukit Piantus yang
semakin hari semakin terlupakan. Datok Kullup adalah tokoh dalam legenda rakyat kabupaten
Sambas.
Menurut pengertian para ahli, legenda adala prosa rakyat yang dianggap benar-benar
terjadi tetapi tidak dianggap suci. Legenda ditokohi manusia walaupun ada kalanya mempunyai
sifat luar biasa dan seringkali juga dibantu mahluk-mahluk ghaib. Datok Kullup adalah tokoh
legenda yang kebenarannya dikuatkan dengan adanya sebuah makam yang diakui sebagai
makam datok Kullup di bukit Piantus Sebedang, Desa Kenanai Kecamatan Sejangkung Kab.
Sambas Kalbar.
Datok Kullup adalah saudara kandung dari Bujang Nadi dan Dare Nandung yang dikubur hidup-
hidup di bukit Sebedang. Datok Kullup adalah anak dari Raja Tan Unggal yang berkuasa jauh
sebelum Ratu Sepudak (1550) dan Kesultanan Sambas (1631). Raja Tan Unggal mememerintah
dengan kejam dan bengis. Tidak diketahui pasti berapa lama sang raja memerintah kerajaan
Sambas karena kurangnya catatan sejarah. Kekejaman sang raja tidak hanya kepada rakyat
melainkan juga kepada sang anak termasuk Datok Kullup. Peraturan raja bahwa anak raja tidak
boleh bergaul dengan anak yang bukan dari kalangan raja atau bangsawan. Oleh karena dididik
seperti itu, datok kullup yang sejak dari lahir tidak mendapat kasih sayang dari ibu (ibunya
meninggal saat melahirkan datok Kullup) dan ayah, akhirnya mengisi waktunya dengan berburu.
Kegemarannya adalah berburu di bukit Piantus. Datok Kullup dikenal sebagai orang yang kebal
atau anti terhadap senjata tajam. hal itu bermula ketika beliau akan dikhitan pada masa itu
(menurut adat pada masa itu anak laki-laki harus dikhitan) namun pisau tidak mampu melukai
bagian kemaluannya. Bahkan dengan kapak sekalipun, tak mampu melukai kulitnya. Berita
tersebut menyebar ke seluruh penjuru negeri Sambas kala itu. Masyarakatpun menyebutnya
dengan nama Kullup. Mendengar nama panggilan tersebut, datok Kullup pun menjadi malu.
baginya gelar Kullup adalah Aib.
Makam Datok Kullup |
Suatu ketika, Datok Kullup berburu di bukit Piantus. Dia melihat seekor burung dan mencoba
memanahnya. Namun anak panah meleset dan tidak mengenai sasaran. Burung tersebut ternyata
bersuara dan mengeluarkan suara kullup-kullup. Datok Kullup yang mendengar namanya
dipanggil menjadi serta merta marah dan mengejar burung tersebut sambil mencoba
memanahnya. Dia merasa burung tersebut sengaja mengejeknya. Datok Kullup berlari mengejar
burung tersebut dan memanahnya namun anak panah tetap tidak mengenai sasaran. Dia berlari
dan terus mengejar burung tersebut, dan ketika berada diturunan bukit, Kaki Datok Kullup
tersandung dan jatuh sehingga bekas telapak kakinya jelas terlihat di atas batu. Datok Kullup
yang terjatuh itu lalu meninggal dan untuk menghormatinya sebagai anak raja yang gemar
berburu, akhirnya pihak istana menguburkannya di puncak Bukit Piantus. Kini makam datok
Kullup di puncak Bukit Piantus masih bisa kita lihat dan dibuatkan pendopo lengkap dengan kain
kuning. Selain Makam Datok Kullup, telapak kaki di atas batu yang diyakini sebagai telapak
kaki datok Kullup juga dapat ditemukan di kaki bukit yang tidak jauh dari makamnya. Area
telapak kaki tersebut kini dijadikan bak penampung air umum yang kondisinya juga sudah
mengering.
Telapak Kaki Datok Kullup |
Makam Datok Kullup dan telapak kakinya saling berkaitan dan perlu mendapat penelitian lebih
jauh dari pakar sejarah. Karena Datok Kullup adalah tokoh yang berkaitan langsung dengan Tan
Unggal, Raja Kerajaan Sambas sebelum Ratu Sepudak berkuasa. Selain itu keberadaan makam
dan telapak kaki Datok Kullup saat ini tidak begitu mendapat perhatian serius dari pihak terkait.
Seperti akses menuju makam datok Kullup yang berupa tangga semen tidak dilakukan
perbaikan sama sekali. Padahal kondisinya sudah sangat memprihatinkan dan membahayakan
pengunjung. Pembangunan tangga tersebut dilakukan sekitar tahun 1997 silam dan hingga saat
ini belum dilakukan perbaikan. Begitu juga dengan makam datok kullup kondisinya juga perlu
mendapat penanganan segera. Pendopo tersebut masih berlantaikan tanah, didiami tawon dan
tidak terjaga kebersihannya serta dipenuhi debu. Selain itu tidak ada informasi atau catatan
mengenai Datok Kullup yang dipajang di area makam agar bisa dilihat pengunjung. Sehingga
pengunjung menjadi tahu nama asli Datok Kullup. Silsilahnya serta asal muasal nama Datok
Kullup. Akibatnya Datok Kullup dan keberadaan makamnya semakin hari semakin terlupakan.
Kondisi tersebut diperparah lagi dengan telapak kaki yang menyerupai telapak kaki manusia
namun berukuran besar dan di atas rata-rata ukuran kaki manusia biasa ini yang berada di atas
batu justru dijadikan bak penampung air. Beberapa waktu lalu, telapak kaki tersebut masih
tergenang air namun perubahan iklim yang terjadi membuat sumber air di area telapak kaki
Datok Kullup menjadi mengering dan tidak ada air yang tersisa. Akibatnya bak penampungan air
tersebut hanya menjadi bak penampung daun. Hal itu berdampak pada keberadaan telapak kaki
datok Kullup di atas batu yang juga ikut tertimbun daun. Belum ada langkah dari pihak
berwenang untuk melakukan pemugaran atau pelindungan terhadap bekas telapak kaki datok
Kullup ini. Bahkan ketika kita akan melihatnya langsung, kita harus ditemani orang yang faham
betul lokasi telapak kaki tersebut karena untuk menuju lokasinya tidak memiliki tanda atau arah
penunjuk sama sekali. Oleh karena itu, telapak kaki maupun makam Datok Kullup yang
memiliki nilai cagar budaya perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak agar terawat
dengan baik serta tidak punah dan musnah.
Status Objek Benda Cagar Budaya Tidak Terawat |
Jangan sampai cagar budaya yang ada mulai
terlupakan dan hilang ditelan zaman karena kealpaan kita untuk merawat dan melesatarikannya.
Padahal ia memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahun maupun budaya yang dapat menambah
khasanah kita semua. Biar lebih greget simak video youtube saya mencari jejak telapak kaki
Datok Kullup disini
Simak juga video youtube saya terkait pesona bukit piantus sebagai objek wisata alam, sejarah
dan budaya disini.
Tulisan ini diikutsertkan dalam lomba Blog Cagar Budaya: Rawat atau Musnah! Yuk ramaikan
lomba ini dengan menulis potensi cagar budaya atau kondisi cagar budaya di daerah kalian agar
semakin dikenal serta mendapat penanganan dari pihak terkait agar tidak punah dan terlupakan.
Mengenal Istana Alwatzkhioebillah dan Masjid Jamik Sultan Muhammas Tsafioedin II Sebagai Cagar Budaya Indonesia
Kabupten Sambas memiliki banyak sekali situs budaya yang dapat dijadikan sebagai cagar budaya. Beberapa diantaranya yang dimasukan dalam Cagar Budaya Indonesia adalah kompleks Istana Alwatzikhoebillah dan Masjid Jami Sultan Muhammad Tsafioedin II yang berada di Jalan
Istana, Desa Dalam Kaum Sambas Kalimantan Barat.
Istana Alwatzikhoebillah (sumber foto : ciwir.blogspot.com) |
Kedua situs budaya ini masih mampu
bercerita tentang kejayaan kerajaan Sultaniyah Sambas pada zaman dahulu.
Sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya |
Istana Alwaztikhoebillh atau dikenal Keraton Sambas menyimpan banyak sejarah untuk kita
ketahui. seperti benda pusaka peninggalan sultan bahkan benda pusaka peninggalan raja zaman
Kerajaan Sambas yang bercorak Hindu yaitu Ratu Sepudak. Selain itu, istana ini juga menjadi
saksi peristiwa terbunuhnya pahlawan Sambas, Tabrani Ahmad di halaman istana, saat melawan
pasukan Belanda.
Istana Alwatzikhoebillah pertama kali dibangun pada masa pemerintahan sultan kedua dalam
sejarah Kerajaan Islam Sambas yaitu Muhammad Tadjuddin yang berkuasa pada tahun 1668-
1708. Kemudian, Istana Alwatzikhoebillah dibangun kembali oleh Sultan Muhammad Mulia
Ibrahim Syafiudin pada 3 September 1931. Selanjutnya pada tahun 1985 melalui Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalbar, pemerintah melakukan pemugran terhadap
Keraton Sambas.
Sebelum memasuki kompleks Istana Alwatzikhoebillah, pengunjung akan melihat gapura
pertama yang berdiri kokoh tepat di pinggir jalan raya dan menghadap ke sungai. Selanjutnya
setelah melewati gapura, kita akan melihat alun-alun istana dengan tiang bendera yang disangga
oleh tiga tiang. Tiang bendera dengan tiga tiang peyangga melambangkan bahwa dalam
menjalankan roda pemerintahan, sultan dibantu oleh wazir (abdi dalem kerajaan). Kemudian
terdapat tiga meriam yang disangga oleh tiang penyangga. Tiga meriam tersebut melambangkan
tiga buah sungai yang berada di depan istana yaitu Sungai Sambas Kecil, Sungai Subah dan
Sungai Teberau yang harus dijaga kelastariannya.
Gapura kedua |
Di sebelah kanan alun-alun pula terdapat masjid Jami Sultan Muhammad Tsafiodin II yang
dibangun pada tahun 1883. Sebelum memasuki istana utama, terdapat pendopo di sebelah kiri
dan kanan yang digunakan untuk tamu dan pertunjukan seni kala itu. Selanjutnya terdapat pula
gapura kedua yang bertingkat dan menghadap ke sungai. Gapura ini dulunya digunakan untuk
prajurit berjaga-jaga pada masa itu.
Setelah melewati gapura kedua, kita akan melihat tiga buah istana. Istana utama bertuliskan
Alwatzikhoebillah yang memiliki arti berpegang teguh dengan tali Allah. Pada istana utama ini
kita dapat melihat simbol seperti bintang yang berjumlah tiga belas dengan angka 9 di
tengahnya. Bintang tiga belas memiliki arti bahwa pembangunan istana ini dilakukan oleh cucu
dari sultan ke-13. Sementara angka 9 melambangkan bahwa sultan yang membangun kembali
istana ini adalah keturunan ke Sembilan dari garis keturunan sultan pertama. Selain itu kita juga akan melihat lambang burung elang laut yang bearti bahwa kerajaan Islam Sambas pernah
memiliki armada laut yang Berjaya pada masa itu.
Menurut sejarawan burung elang laut yang terdapat di simbol Istana Alawatzikhoebillah adalah Burung Elang Laut Dada Putih. Elang Laut menggambarkan kekuatan Pangeran Anom (Sultan
Muhammad Ali Tsafioedin I) yang dikenal gesit, cepat dan bijaksana. Simbol Elang Laut ini
dibuat oleh Pangeran Anom dalam bentuk seperti seekor naga dalam versi asia. Simbol tersebut
menjelaskan bahwa sang pangeran seperti kuda yang berlari kencang di laut dan menerkam
layaknya burung elang. Simbol Elang Laut pada Istana Alwatzikhoebillah sudah dibuat oleh
Pangeran Anom sejak ia masih bergelar Raden (Belum diangkat menjadi Sultan). Simbol
tersebut juga sudah dipasang di kapalnya yang bernama kapal Keruis atau kapal induk. sejak ia
menjadi sultan di Kesultanan Sambas, simbol tersebut mulai dijadikan simbol istana
Alwatzikhoebillah, dan masih digunakan hingga saat ini.
Setelah melihat simbol dan mengetahui makna filosofi yang terkandung di dalamnya, saatnya kita
melihat arsitektur Keraton Sambas. Dari luar sebelum memasuki istana, kita bisa melihat warna
istana dengan kuning ke emasan yang merupakan ciri khas dari suku melayu. Atapnya yang
terbuat dari kayu dengan berlantaikan papan dan tiang kayu ini megah berdiri dan menyimpan
banyak peninggalan kerajaan Islam Sambas. Beberapa diantaranya dapat dilihat berupa foto
keluarga dan silsilah sultan, tempat tidur, sepatu, teko bertuliskan bahasa Belanda, serta baju
yang digunakan sultan pada masa itu. Semua peninggalan itu masih terjaga rapi dan terawat baik.
Selanjutnya di pavilion sebelah kanan pula merupakan ruangan yang digunakan untuk memasak.
Sedangkan di pavilion sebelah kiri menyimpan berbagai barang pusaka zaman kerajaan Islam
Sambas. Diantaranya keris yang gagangnya terbuat dari tanduk hewan dan bertahtakan batu
zambrud serta delima. Ada pula payung ubur-ubur, payung keemasan, gendang, nobat, nekara,
kromong, serunai nafiri, gambang, gong, tombak, tempat duduk raja yang merupakan hadiah
dari Sultan Brunei pada zaman dahulu.
Menarik untuk diketahui bahwa tempat duduk sultan digunakan ketika sultan akan
mendengarkan keluhan rakyat. Pada zaman itu, istilah duduk sama rendah berdiri sama tinggi
benar-benar diterapkan oleh sultan, sehingga ketika rakyat datang dan mengadu kepada sultan,
sultan tidak duduk di singgahsananya melainkan duduk bersama rakyatnya dengan bearalaskan
karpet yang merupakan hadiah dari sultan Brunei itu.
Selanjutnya ada pula barang peninggalan berupa alat-alat kebesaran kerajaan yang diwariskan
oleh Ratu Sepudak (Raja Kerajaan Sambas yang bercorak Hindu) yang terdiri dari sebuah
meriam kecil berbentuk pendek dan gemuk. Uniknya meriam ini memiliki nama yaitu Raden
Mas. Selain meriam yang bernama Raden Mas, ada enam meriam kecil lainnya yang memiliki
nama; Raden Putri, Raden Sambir, Raden Fajar, Ratu Kilat, Pangeran Padjajaran dan Panglima
Guntur. Semua meriam yang memiliki nama tersebut dikenal dengan nama Meriam Beranak.
Konon meriam yang awalnya berjumlah tiga ini berkembang satu persatu hingga menjadi tujuh
buah inilah yang menjadikannya sebagai Meriam Beranak dan sangat terkenal di kalangan
masyarakat kabupaten Sambas.
Semua barang peninggalan kerajaan Islam Sambas tersebut masih terjaga rapi di dalam lemari
kaca dan etalase di pavilion sebelah kiri istana utama Alwatzikhoebillah. Pengunjung dapat
melihatnya dengan meminta izin kepada Ibu Sumariyati yang merupakan juru kunci istana
sekaligus cucu dari Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiudin.
Untuk melihat barang peninggalan tersebut beberapa peraturan harus dipatuhi yaitu tidak boleh
memotret atau memvideokan barang peninggalan yang dianggap keramat. Selain itu, wanita
yang berhalangan atau sedang haid tidak diperkenankan untuk memasuki ruangan atau melihat
peninggalan kerajaan yang berada di favilion sebelah kiri istana utama.
Setelah kita melihat isi dalam istana Alwatzikhoebillah dan favilionnya, sayang jika melewatkan
bangunan bersejarah lainnya yaitu Masjid Jami Sultan Muhammad Tsafioedin II. Pembangunan
masjid ini pertama kali dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ali Tsafioedin I
(Pangeran Anom) yang diberi nama Masjid Jami atau Masjid Jami Pangeran Anom.
Masjid tersebut memiliki ukuran bangunan yang tidak terlalu besar. Pembangunan kedua
dilakukan setelah Islam semakin berkembang pesat dan ukuran bangunan lebih besar dari
sebelumnya. Pembangunan kedua ini dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Muhammad
Tsafioedin II dengan nama Masjid Jami Sultan Muhammad Tsafioedin II. Masjid ini adalah satu
diantara masjid tertua di Kalimantan Barat.
Serupa dengan istana yang menyimpan banyak sejarah dan filosofi, begitu juga dengan masjid
ini. Di mulai dari warna dinding pada masjid yang kuning keemasan dengan bentuk atap taju
bertingkat menyerupai atap masjid Demak.
Masjid yang memiliki dua lantai ini, menggunakan
Delapan tiang penyangga berbahan kayu belian (infopromo.com) |
Masjid yang memiliki dua lantai ini, menggunakan
bahan kayu belian sebagai tiang penyangganya dan lantainya. Tiang penyangganya yang terdiri
dari 8 buah juga memiliki arti dan simbolik dari Sultan Muhammad Tsafioedin II beserta Sultan
yang memerintah di Kesultanan Sambas. Makna delapan tiang penyangga adalah pendirinya
adalah keturunan ke delapan atau sultan ke-13 garis keturunan kesultanan Sambas.
Kendi Raksasa (credit: infopromo.com) |
Di dalam masjid kita akan melihat kendi raksasa yang digunakan untuk menampung air wudhu
pada masa itu. Kendi raksasa tersebut merupakan hadiah dari Sultan Muhyidin (Sultan Brunei)
kepada Sultan Muhammad Tajuddin atas pelantikannya Sebagai Sultan Anom (Gelar yang
diberikan oleh Sultan Muhyidin ketika Sultan Muhammad Tajudin mengunjungi sanak
saudaranya di Brunei).
Selanjutnya ada juga mimbar antik dengan ukiran berwarna emas yang
diberikan oleh para pelaut dan pedagang yang berasal dari Palembang.
Selain barang-barang bersejarah yang masih tersimpan rapi dan terawat dengan baik, di dalam
masjid ini terdapat pula perpustakaan mini yang dapat digunakan oleh Jemaah untuk membaca serta menambah ilmu pengetahuan. sehingga masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat
ibadah melainkan juga tempat menimba ilmu melalui membaca.
istana Alwatzikhoebillah dan masjid jami Sultan Muhammad Tsafioedin II adalah saksi kejayaan
kerajaan Islam sambas pada zaman dahulu. kedua situs cagar budaya Indonesia ini masih kokoh
berdiri dan terjaga dengan baik.
Untuk istana Alwatzikhoebillah sendiri saat ini ditempati oleh pewaris tahta kerajaan Sambas
yaitu Pangeran Ratu Muhammad Tarhan. Beliau adalah anak dari Pangeran Ratu H. Wiranata
Kesuma bin Pangeran Ratu Muhammad Taufik bin Sultan Muhammad Mulia Ibraham Syafiudin.
Meskipun ditempati oleh pewaris kerajaan beserta keluarganya, istana ini tetap terbuka untuk
umum dan pengunjung dapat melihat barang peninggalan kerajaan serta belajar sejarah darinya.
Sementara masjid Jami Sultan Muhammad Tsafioedin II menjadi masjid yang sering didatangi
Jemaah untuk melakukan ibadah baik itu shalat fardu lima waktu, Jumat hingga shalat Id. Masjid
ini mampu menampung kurang lebih 1000 jemaah.
Keberadaan Istana Alwatzikhoebillah dan Masjid Jamik Sultan Muhammad Tsafioedin II sebagai Cagar Budaya Indonesia perlu mendapat kerjasama dari semua pihak, tidak hanya pemerintah, keluarga sultan maupun masyarakat kabupaten Sambas serta pengunjung. Pemugaran yang dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalbar pada tahun 1985 menunjukan bahwa usaha pemerintah untuk memelihara warisan budaya telah dilakukan. Selanjutnya adalah upaya pengunjung untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar area Cagar Budaya ini agar tidak kotor serta ikut berpartisipasi untuk mematuhi peraturan saat mengunjungi cagar budaya ini seperti larangan untuk tidak duduk di kasur Sultan.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Cagar Budaya: Rawat Atau Musnah!
Yuk kita ramaikan lomba ini agar cagar budaya Indonesia semakin dikenal oleh masyarakat luas.
Video Eklusif: Waktu berkunjung ke Istana Alwatzikhoebillah
Keberadaan Istana Alwatzikhoebillah dan Masjid Jamik Sultan Muhammad Tsafioedin II sebagai Cagar Budaya Indonesia perlu mendapat kerjasama dari semua pihak, tidak hanya pemerintah, keluarga sultan maupun masyarakat kabupaten Sambas serta pengunjung. Pemugaran yang dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalbar pada tahun 1985 menunjukan bahwa usaha pemerintah untuk memelihara warisan budaya telah dilakukan. Selanjutnya adalah upaya pengunjung untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar area Cagar Budaya ini agar tidak kotor serta ikut berpartisipasi untuk mematuhi peraturan saat mengunjungi cagar budaya ini seperti larangan untuk tidak duduk di kasur Sultan.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Cagar Budaya: Rawat Atau Musnah!
Yuk kita ramaikan lomba ini agar cagar budaya Indonesia semakin dikenal oleh masyarakat luas.
.......................................