Takut itu wajar tetapi jangan sampai tenggelam di dalamnya.
Rasa takut itu manusiawi tapi jangan sampai menghilangkan rasa kemanusiaan.
Khawatir itu lumrah tapi jangan pula membuat nurani kita jadi ketar-ketir.
Bukan Covid-19 saja yg perlu kita lawan melainkan juga rasa takut.
Saat ini rasa takut telah mengikis secara perlahan rasa kemanusiaan. Kita bisa melihat bagaimana penolakan yang terjadi terhadap beberapa orang. Kita masih ingat bagaimana WNI yang akan pulang mendapat penolakan dari masyarakat setempat yang tidak ingin wilayahnya dijadikan tempat karantina. Kemudian hal serupa terjadi saat TKI yang pulang dari luar negeri yang tertapar virus corona namun mendapat penolakan dari masyarakat kampungnya sehingga ia terpaksa mengisolasi diri di kebun. Lebih miris lagi terjadi kepada ZL yang diusir dari kampung karena statusnya ODP. Tak hanya dia, keluarganya juga ikut diusir oleh warga. Penolakan tidak hanya terjadi kepada mereka yang masih hidup. Korban yang meninggal karena Covid-19 juga ditolak warga untuk dimakamkan di tempat pemakaman mereka. Hal ini sangat menyedihkan bisa terjadi di Indonesia yang kononya adalah orang baik-baik, ramah dan suka menolong. Memang tidak semua, namun jika rasa takut itu menguasai kita,  maka pelan-pelan kita juga akan seperti mereka, kehilangan nurani kita.

Takut? iya. Itu pasti dirasakan semua orang. Apalagi ketika status seseorang telah PDP untuk mengetahui positif atau negatif terkena virus corona juga memerlukan waktu yang cukup lama, terutama untuk daerah luar Jakarta dan luar pulau Jawa. Bisa dibayangkan rasa takut masyarakat seperti apa.

Baru-baru ini pasien dalam pengawasan di Kalbar meninggal dunia. Sementara hasil lab belum keluar apakah positif atau negatif. Ini menjadi momok mengkhawatirkan bagi masyarakat. Meskipun gejalanya telah banyak dibahas di media massa maupun sosmed, namun perlu diketahui bahwa 86 % pasien yang terinfeksi Covid-19 tidak terdeteksi karena minimnya gejala terinfeksi Corona itu tidak diketahui. Hal ini pernah disampaikan mas Wahyu Nugroho editor kompas dot com melalui surelnya.

Nah bagaimana kita menghadapi ini? Menghadapi virus corona sekaligus ketakutan kita?

Pemerintah saat ini berusaha keras untuk menanggulangi penyebaran virus ini. Berbagai upaya dilakukan diantaranya social distancing, physical distancing dan karantina wilayah. Nah tugas kita masyarakat adalah mengikuti himbauan dan saran dari pemerintah ini agar wabah Covid-19 segera berakhir. Lalu bagaimana dengan korban Covid-19 yang akan dimakamkan? Nah di sinilah peran nurani kita sebagai masyarakat. Kita percaya bahwa pihak terkait dalam hal ini adalah petugas medis telah melakukan tugasnya sesuai prosedur dan standar internasional terkait tata cara penguburan mayat korban Covid-19. Jadi rasa takut itu harus kita kalahkan dengan berpegang teguh kepada prinsip kepercayaan. Percaya kepada petugas medis. Karena mereka adalah garda terdepan dalam situasi wabah ini. Pikiran sehat kita juga harus ikut andil di sini. Apa iya petugas medis akan sembrono melakukan tugasnya padahal ini menyangkut nyawa orang banyak bahkan keluarganya sendiri. Karena virus ini tidak mengenal siapa dan apa status kita. Kita juga melihat beberapa berita viral yang melibatkan petugas medis ini, ada yang hanya melihat keluarganya dari jauh karena tidak ingin mereka tertular. Ingat sudah banyak korban yang berjatuhan dari petugas medis. Apa iya kita tidak percaya mereka bekerja sesuai prosedur?
Lalu bagaimana pula dengan ODP apakah harus dibiarkan masuk ke wilayah kita? Di sini peran kita adalah ikut memutus mata rantai penyebaran Covid-19. ODP belum bisa dipastikan positif atau negatif, oleh karena itu memang diperlukan karantina diri sendiri. Masyarakat juga bisa menyampaikan kepada puskesmas jika ada orang atau warga yang baru pulang dari kota atau luar negeri yang terpapar corona. Nah pihak terkait bisa juga memfasilitasi apakah ODP ini dikarantina di suatu tempat atau seperti apa. Seperti kita ketahui bahwa tingkat disiplin masyarakat kita juga masih rendah terkait karantina diri sendiri. Sehingga diperlukan pengawasan dari pihak terkait dan masyarakat. Mungkin bisa disediakan posko pengaduan atau pelaporan terkait adanya ODP sehingga bisa dilakukan kebijakan tertentu untuk penanganan ODP ini. Karena sekali lagi ODP belum bisa dipastikan positif atau negatif terinfeksi corona. Kemudian dilakukan juga sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat bukan hanya tentang pencegahannya melainkan apa yang harus dilakukan ketika statusnya ODP, PDP dll. Lalu diberikan juga edukasi kepada masyarakat terkait korban yang meninggal karena Covid-19. Penanganannya seperti apa, pemakamannya dan prosedurnya seperti apa. Edukasi ini harus terus menerus dilakukan agar masyarakat menjadi lebih faham dan tidak tenggelam di dalam ketakutan sehingga tidak lagi mengabaikan hati nuraninya.

Sehingga ketika kita semua bisa menguasai rasa takut, maka nurani akan bekerja dengan dibantu oleh pikiran sehat kita. Sehingga diharapkan tindakan memutus mata rantai penyebaran Covid-19 ini bisa berjalan secara maksimal.


Indonesia kaya akan beragam floranya yang hidup subur di hutan tropis. Beberapa diantaranya bisa dijadikan obat bahkan pengganti rempah masakan. Nah tahukah kamu bahwa di kabupaten Sambas Kalimantan Barat terdapat tumbuhan yang hidup liar di hutan namun bisa digantikan sebagai rempah masakan loh. Nama tumbuhannya adalah pohon "ubah". Pohon ini tergolong unik dan tidak begitu dikenal oleh masyarakat Indonesia. Keunikan tumbuhan ini adalah daun, bunga dan buahnya memiliki aroma seperti rempah. Sebut saja pohon ubah cengkih, serai dan sirih.

Pohon ubah cengkih misalnya, daun mudanya atau pucuknya ketika dipatahkan akan tercium aroma persis seperti cengkih. Bahkan aroma tersebut masih tercium di jari untuk beberapa waktu. Aroma cengkih akan terasa sekali pada daun mudanya. Nah pada zaman dahulu, orang-orang dahulu menggunakan daun atau bunga pohon ubah cengkih sebagai rempah masakan untuk menggantikan cengkih loh.

Selain keunikannya, pohon ubah cengkih juga termasuk pohon yang memiliki kualitas terbaik untuk dijadikan bahan bangunan seperti papan maupun tiang. Oleh karena itu, pohon ini sering diburu untuk dijadikan bahan bangunan. Tinggi pohon ini bisa mencapai lebih dari 20 meter. Ia juga memiliki penyebaran yang cukup luas. Biasanya tumbuh subur di tanah gambut.

Tonton video ulasan Ubah Cengkih di bawah ini



Nyanggar adalah tradisi tahunan masyarakat Dusun Semayong Desa Sungai Kumpai Kalimantan Barat. Tradisi ini merupakan kearifan lokal masyarakat setempat yang hingga saat ini masih dilestarikan. Tradisi Nyanggar adalah ritual pemberian sesajen kepada roh leluhur atau dedemit yang mendiami hutan larangan atau disebut hutan sanggaran.

Koleksi pribadi

Tujuan dari ritual ini adalah untuk meminta kepada roh leluhur agar memberikan berkat, menjauhkan wabah penyakit dan hama yang dapat menganggu masyarakat dan pertanian mereka.

Tradisi Nyanggar rutin dilakukan setiap masa panen padi usai atau sebelum masa tanam padi dilakukan. Ritual ini digelar pada pagi hari sekitar pukul 07 WIB hingga pukul 09 pagi.

Sebelum pemberian sesajen kepada roh leluhur, warga terlebih dahulu berkumpul di rumah sang dukun untuk memberikan sumbangan berupa ketupat yang nantinya akan dijadikan sesajen. Selanjutnya, warga di rumah dukun akan dijamu dengan berbagai aneka kue dan ketupat. Setelah selesai, menikmati hidangan, warga dan dukun akan menuju hutan sanggaran untuk melaksanakan tradisi nyanggar ini.

Sebelum dilakukan ritual nyanggar, telah diutus sebelumnya beberapa orang untuk membuat tangga tempat diletakannya sesajen. Selanjutnya akan diutus dua orang untuk membawa sesajen utama dan ketupat. Sesajen utama berupa beras kuning, telur ayam, cucur, pisang, jodah, ketupat, nasi lemak, lilin dan lain-lain. Sementara ketupat  yang dibawa akan dibagikan kepada masyarakat yang hadir di hutan sanggaran.

Di dalam ritual ini, akan dilakukan terlebih dahulu pemanggilan roh leluhur oleh sang dukun. Selanjutya peradi atau perantara masyarakat akan menyampaikan keluhan atau permintaan masyarakat kepada roh leluhur agar menjaga masyarakat dari bala, wabah penyakit, hama yang merusak padi maupun gangguan yang dapat menganggu ketentraman masyarakat.

Setelah roh leluhur menerima permintaan dan keluhan masyarakat, selanjutnya roh leluhur melalui badan sang dukun akan melakukan atraksi sebagai bentuk suka cita atas sesajen yang dipersembahkan. Setelah sang dukun kembali sadar, sang peradi akan menyampaikan pantangan dan larangan yang harus dipatuhi masyarakat. Pantangan tersebut berlaku minimal satu hari. Pantangan tersebut diantaranya; larangan membakar lahan, membuat asap atau api, menyembelih hewan, memasuki hutan dan menebang sagu.

Setelah larangan dan pantangan disampaikan, selanjutnya ritual ditutup dengan pembacaan doa dan dilanjutkan dengan menyantap ketupat di hutan sanggaran.


Jahe Merah atau Zingiber officinale  saat ini ramai diminati masyarakat Indonesia. Pasalnya rempah ini dikabarkan dapat menangkal virus corona. Sebenarnya apa saja sih kandungan jahe merah yang bermanfaat bagi tubuh kita? Yuk simak ulasannya berikut ini.

Jahe Merah mengandung air, serat, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral (fosfor, kalsium, dan besi). Selain itu, berbagai kandungan vitamin dan senyawa dalam jahe bisa kita temukan seperti: Shogaol, Gingerol, Zingeron, Capsaicin, Farnesene, Cineole, Caprylic acid, Aspartic, Linolenic acid, Gingerdione, Serat resin, Oleoresin dan Minyak atsiri.

Koleksi pribadi

Melihat senyawa yang terkandung di dalamnya, jahe merah ternyata ampuh untuk mengobati berbagai penyakit seperti  meredakan batuk, meredakan sakit kepala, mengatasi rematik, menurunkan kadar kolesterol, mengatasi peradangan, sebagai antioksidan dan antibakteri, menghilangkan jerawat dan lain sebagainya.
Untuk memanfaatkan jahe merah sebagai obat herbal bisa dengan cara menghaluskan jahe merah hingga menjadi bubuk, lalu direbus dan diminum airnya. Selain itu, bisa juga dijadikan bumbu masakan untuk disantap bersama keluarga.
#jahemerah #viruscorona #indonesiabersatumelawancorona #jahemenangkalcorona #jaheobatcorona #vaneshaangel #viral

Tikar anyaman daun Lingsing atau Sekek adalah tikar tradisional yang dihasilkan dari tangan-tangan perempuan melayu di kabupaten Sambas. Bagi masyarakat melayu Sambas, tikar ini dikenal dengan nama Belungkur (Belungkur merupakan bahasa melayu tertua Sambas).



Untuk diketahui Linsing dan Sekek adalah bahan utama pembuatan tikar anyaman ini. Linsing memiliki bentuk daun kecil dan panjang, sisi daunnya tajam dan bisa melukai kulit. Ia hidup berumpun dan tidak berbatang. Sementara sekek, memiliki daun lebar dan panjang serta bediri. Ia memiliki batang yang biasanya menjuntai (tidak tegak).

Dalam pembuatan tikar anyaman ini memerlukan proses dan waktu yang cukup panjang. Hal pertama yang dilakukan adalah pengambilan daun, kemudian membuang duri atau sisi daun yang tajam. Selanjutnya daun dibelah menjadi dua atau tiga bagian. Setelah itu, daun harus direbus di dalam air hingga mendidih. Kemudian daun bisa dijemur hingga teksturnya lebih lembut dari sebelumnya. Semua proses di atas dilakukan agar memudahkan proses pengayaman.

Ada beberapa teknik pengayaman tikar tradisional ini, tapi akan dibahas pada postingan berikutnya hehe.

Kembali ke proses pembuatan tikar, setelah daunnya kering dan lembut , daun dapat dianyam. Untuk penjemuran juga tidak boleh terlalu lama, karena jika terlalu kering maka daun akan mudah rapuh dan putus saat dianyam.

Proses pengayaman tikar bisa berlangsung sekitar 2 hingga 3 minggu tergantung kecepatan si pengayam. Dan tikar yang dianyam juga memiliki beberapa jenis ukuran yaitu besar dan kecil. Untuk ukuran besar biasanya memiliki panjang 2 meter lebih dengan lebar 1 meter lebih. Sementara tikar ukuran kecil memiliki panjang sekitar 1 meter lebih dan lebar 1 meter.

Untuk kualitas tikar ini, jika baik perawatannya maka tikar ini bisa tahan lebih dari 5 tahun.

Untuk perawatannya, tikar ini tidak boleh disikat, jika dicuci sebaiknya disikat menggunakan kain. Jangan terlalu sering dicuci dengan air karena dapat mempengaruhi keawetan daun.

Dan yang paling penting, tikar ini aman dan nyaman. Cocok untuk dikenakan sebagai alas lantai di rumah, di bawa rekresi maupun dijadikan sajadah.

Tikar ini juga bisa dilipat, jadi bisa dimasukan di tas saat akan berekreasi.

Ini adalah kondisi saat hutan di Kabupaten Sambas Kalimantan Barat beralih menjadi lahan kosong pasca pembukaan lahan dan kebakaran hutan yang terus terjadi hingga saat ini.Simak videonya di bawah ini




.......................................