Tari Barong merupakan satu diantara tari tradisional di Bali yang memiliki pesan moral yaitu kebajikan melawan kebatilan. Tarian ini dipentaskan pada malam hari di Sanggar Sari Wisata Budaya Suwung, yang terletak di Jalan By Pass dengan jarak tempuh sekitar 30 menit dari Kota Denpasar.
Pertunjukan tari ini dengan atau tanpa lakon, selalu diawali dengan demonstrasi pertunjukan yang diiringi dengan gamelan yang berbeda-beda seperti gamelan Gong Kebyar, gamelan Babarongan, dan gamelan Batel.
Tari Barong adalah tarian yang menggambarkan pertarungan antara Barong melawan Rangda. Tarian ini ditarikan oleh dua orang penari pria yang salah seorang memainkan kepala Barong serta kaki depan dan seorangnya lagi memainkan bagian ekor serta kaki belakang. Barong merupakan hewan mitologi Bali yang melukiskan Kebajikan, sementara Rangda adalah menggambarkan kebatilan. Wujud Barong berbagai macam, ada yang berbentuk singa, harimau, gajah, maupun lembu. Bentuk Barong sebagai singa sangatlah populer di Bali yang berasal dari Gianyar.
Menurut legenda, adanya Tarian Barong ini bermula ketika seorang ratu yang memiliki wajah cantik tetapi memiliki kepribadian jelek, selalu iri hati terhadap orang lain. Akibat kepribadian yang jelek itu, dia dikutuk oleh dewa menjadi mahluk yang sangat menakutkan dengan dua taring runcing dimulutnya disertai rambut panjang hingga menyentuh tanah, sedangkan matanya besar dengan kuku yang panjang.
Pada tarian tersebut diceritakan bagaimana Barong melawan Rangda. Pertarungan sengit dan hebat selalu mewarnai konflik diantara keduanya yang berlangsung lama. Pertarungan sengit itu tidak menghasilkan pemenangnya ataupun pihak yang kalah. Hingga kini pertarungan tersebut masih berlangsung dan menurut kepercayaan masyarakat Bali pertarungan itu adalah antara kebajikan melawan kebatilan yang terus menerus berperang di dalam diri manusia.
Pertunjukan tari ini dengan atau tanpa lakon, selalu diawali dengan demonstrasi pertunjukan yang diiringi dengan gamelan yang berbeda-beda seperti gamelan Gong Kebyar, gamelan Babarongan, dan gamelan Batel.
Tari Barong adalah tarian yang menggambarkan pertarungan antara Barong melawan Rangda. Tarian ini ditarikan oleh dua orang penari pria yang salah seorang memainkan kepala Barong serta kaki depan dan seorangnya lagi memainkan bagian ekor serta kaki belakang. Barong merupakan hewan mitologi Bali yang melukiskan Kebajikan, sementara Rangda adalah menggambarkan kebatilan. Wujud Barong berbagai macam, ada yang berbentuk singa, harimau, gajah, maupun lembu. Bentuk Barong sebagai singa sangatlah populer di Bali yang berasal dari Gianyar.
Menurut legenda, adanya Tarian Barong ini bermula ketika seorang ratu yang memiliki wajah cantik tetapi memiliki kepribadian jelek, selalu iri hati terhadap orang lain. Akibat kepribadian yang jelek itu, dia dikutuk oleh dewa menjadi mahluk yang sangat menakutkan dengan dua taring runcing dimulutnya disertai rambut panjang hingga menyentuh tanah, sedangkan matanya besar dengan kuku yang panjang.
Pada tarian tersebut diceritakan bagaimana Barong melawan Rangda. Pertarungan sengit dan hebat selalu mewarnai konflik diantara keduanya yang berlangsung lama. Pertarungan sengit itu tidak menghasilkan pemenangnya ataupun pihak yang kalah. Hingga kini pertarungan tersebut masih berlangsung dan menurut kepercayaan masyarakat Bali pertarungan itu adalah antara kebajikan melawan kebatilan yang terus menerus berperang di dalam diri manusia.
Tari Kecak adalah tarian yang mengambil bagian dari cerita Ramayana yang menggambarkan kisah Rama melawan Rahwana. Tarian ini dimainkan oleh kaum pria yang jumlahnya mencapai puluhan orang. Penari yang menggunakan sarung kotak-kotak tersebut duduk berbaris dan melingkar sambil menyerukan suara ‘’cak’’ sambil mengangkat kedua tangannya.
Tari Kecak berasal dari ritual Sanghyang, yaitu tradisi yang penarinya dalam keadaan tidak sadar karena melakukan komunikasi dengan tuhan, atau roh para leluhur yang kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat. Pada Tari Kecak ini, dipentaskan bagaimana Rama melawan Rahwana. Keduanya saling beradu kekuatan, Rama dibantu oleh sekumpulan kera dan Rahwana dibantu oleh pengikutnya.
Sebagai suatu pertunjukan, Tari Kecak didukung oleh beberapa faktor yang sangat penting, Lebih lebih dalam pertunjukan kecak ini menyajikan tarian sebagai pengantar cerita, tentu musik sangat vital untuk mengiringi lenggak lenggok penari. Namun dalam dalam Tari Kecak musik dihasilkan dari perpaduan suara angota cak yang berjumlah sekitar 50 – 70 orang semuanya akan membuat musik secara akapela, seorang akan bertindak sebagai pemimpin yang memberika nada awal seorang lagi bertindak sebagai penekan yang bertugas memberikan tekanan nada tinggi atau rendah seorang bertindak sebagai penembang solo, dan sorang lagi akan bertindak sebagai Ki Dalang yang mengantarkan alur cerita. Penari dalam tari kecak dalam gerakannya tidak mestinya mengikuti pakem pakem tari yang diiringi oleh gamelan. Jadi dalam tari kecak ini gerak tubuh penari lebih santai karena yang diutamakan adalah jalan cerita dan perpaduan suara.
Menurut sejarahnya, Tari kecak ini diciptakan pada tahun 1930-an oleh Wayan Limbak dan dengan seorang pelukis Jerman Walter Spies. Mereka menciptakan tari tersebut berdasarkan tradisi sanghyang kuno dan mengambil dari bagian-bagian kisah Ramayana. Tarian ini menjadi populer ketika Wayan Limbak bersama penari Bali-nya tur berkeliling dunia mengenalkan tarian Kecak tersebut. Hingga kini Tari Kecak menjadi tarian seni khas Bali yang terkenal.
Tari Kecak ini biasanya dipertunjukan setiap harinya di Garuda Wisnu Kencana. Dengan tarif tiket Rp. 40.000 per orang, wisatawan sudah dapat menyaksikan tarian yang unik ini.
Tari Kecak berasal dari ritual Sanghyang, yaitu tradisi yang penarinya dalam keadaan tidak sadar karena melakukan komunikasi dengan tuhan, atau roh para leluhur yang kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat. Pada Tari Kecak ini, dipentaskan bagaimana Rama melawan Rahwana. Keduanya saling beradu kekuatan, Rama dibantu oleh sekumpulan kera dan Rahwana dibantu oleh pengikutnya.
Sebagai suatu pertunjukan, Tari Kecak didukung oleh beberapa faktor yang sangat penting, Lebih lebih dalam pertunjukan kecak ini menyajikan tarian sebagai pengantar cerita, tentu musik sangat vital untuk mengiringi lenggak lenggok penari. Namun dalam dalam Tari Kecak musik dihasilkan dari perpaduan suara angota cak yang berjumlah sekitar 50 – 70 orang semuanya akan membuat musik secara akapela, seorang akan bertindak sebagai pemimpin yang memberika nada awal seorang lagi bertindak sebagai penekan yang bertugas memberikan tekanan nada tinggi atau rendah seorang bertindak sebagai penembang solo, dan sorang lagi akan bertindak sebagai Ki Dalang yang mengantarkan alur cerita. Penari dalam tari kecak dalam gerakannya tidak mestinya mengikuti pakem pakem tari yang diiringi oleh gamelan. Jadi dalam tari kecak ini gerak tubuh penari lebih santai karena yang diutamakan adalah jalan cerita dan perpaduan suara.
Menurut sejarahnya, Tari kecak ini diciptakan pada tahun 1930-an oleh Wayan Limbak dan dengan seorang pelukis Jerman Walter Spies. Mereka menciptakan tari tersebut berdasarkan tradisi sanghyang kuno dan mengambil dari bagian-bagian kisah Ramayana. Tarian ini menjadi populer ketika Wayan Limbak bersama penari Bali-nya tur berkeliling dunia mengenalkan tarian Kecak tersebut. Hingga kini Tari Kecak menjadi tarian seni khas Bali yang terkenal.
Tari Kecak ini biasanya dipertunjukan setiap harinya di Garuda Wisnu Kencana. Dengan tarif tiket Rp. 40.000 per orang, wisatawan sudah dapat menyaksikan tarian yang unik ini.
Pantai Kuta merupakan objek wisata yang paling terkenal serta wisata andalan Pulau Bali. Ia merupakan lokasi yang menjadi tujuan utama para turis asing yang gemar menikmati teriknya matahari. Pantai Kuta berada di sebelah selatan Denpasar, Ibu Kota Bali yakni di Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, sekitar 12 Km dari Kota Denpasar.
Pantai Kuta yang dikenal sebagai pantai matahari terbenam ini memiliki panjang pantai sekitar 1.500 m. Dulunya Pantai Kuta ini merupakan perkampungan nelayan Bali, namun seiring berkembangnya pariwisata di Bali, Pantai ini pun dijadikan daerah wisata andalan yang pada akhirnya mengalahkan kepopuleran Pantai Sanur.
Pantai Kuta menawarkan berbagai keindahan bagi para wisatawan nusantara maupun asing. Misalnya keindahan pasirnya, panorama matahari terbenam atau berselancar. Seperti diketahui bahwa Pantai Kuta merupakan pantai yang didominasi wisatawan asing yang gemar berjemur dan menikmati matahari terbenam. Selain itu pula, penggila selancar banyak menghabiskan waktu di sini karena ombak pantainya yang cukup besar.
Sebagai wisata andalan Pulau Bali, penyediaan fasilitas bagi para pengunjung sangat diperhatikan oleh pemerintah setempat maupun swasta. Hal itu dapat dilihat dari penyediaan tempat hiburan malam, berbelanja, penginapan, spa, restoran, yang semuanya berkelas internasional. Tidak heran jika berkunjung ke Pantai Kuta dan melihat wisatawan yang mendominasi lokasi objek wisata ini adalah wisatawan asing.
Perkembangan pariwisata Pantai Kuta maupun Bali pernah mengalami masa kesulitan yaitu pada tahun 2002. Hal itu dikarenakan pada saat itu terjadi Bom Bali I dan II yang mengakibatkan rasa tidak aman dan ketakutan akan teror yang berdampak pada merosotnya tingkat kunjungan wisatawan selama hampir 3 tahun. Meskipun demikian, upaya pemerintah Bali yang diikuti peran serta masyarakat dan swasta kembali membuat rasa percaya wisatawan bahwa Pulau Bali aman untuk dikunjungi. Hal itu dapat dibuktikan sekarang ini bahwa Pulau Bali kembali menjadi Surga Pariwisata Indonesia.
Pantai Kuta yang dikenal sebagai pantai matahari terbenam ini memiliki panjang pantai sekitar 1.500 m. Dulunya Pantai Kuta ini merupakan perkampungan nelayan Bali, namun seiring berkembangnya pariwisata di Bali, Pantai ini pun dijadikan daerah wisata andalan yang pada akhirnya mengalahkan kepopuleran Pantai Sanur.
Pantai Kuta menawarkan berbagai keindahan bagi para wisatawan nusantara maupun asing. Misalnya keindahan pasirnya, panorama matahari terbenam atau berselancar. Seperti diketahui bahwa Pantai Kuta merupakan pantai yang didominasi wisatawan asing yang gemar berjemur dan menikmati matahari terbenam. Selain itu pula, penggila selancar banyak menghabiskan waktu di sini karena ombak pantainya yang cukup besar.
Sebagai wisata andalan Pulau Bali, penyediaan fasilitas bagi para pengunjung sangat diperhatikan oleh pemerintah setempat maupun swasta. Hal itu dapat dilihat dari penyediaan tempat hiburan malam, berbelanja, penginapan, spa, restoran, yang semuanya berkelas internasional. Tidak heran jika berkunjung ke Pantai Kuta dan melihat wisatawan yang mendominasi lokasi objek wisata ini adalah wisatawan asing.
Perkembangan pariwisata Pantai Kuta maupun Bali pernah mengalami masa kesulitan yaitu pada tahun 2002. Hal itu dikarenakan pada saat itu terjadi Bom Bali I dan II yang mengakibatkan rasa tidak aman dan ketakutan akan teror yang berdampak pada merosotnya tingkat kunjungan wisatawan selama hampir 3 tahun. Meskipun demikian, upaya pemerintah Bali yang diikuti peran serta masyarakat dan swasta kembali membuat rasa percaya wisatawan bahwa Pulau Bali aman untuk dikunjungi. Hal itu dapat dibuktikan sekarang ini bahwa Pulau Bali kembali menjadi Surga Pariwisata Indonesia.
Kompleks Pura Besakih merupakan kompleks pura terbesar di Provinsi Bali yang terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karang Asem. Pura Besakih berjarak 60 Km dari Kota Denpasar dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut. Kompleks Pura Besakih terdiri 1 pura pusat yaitu Pura Penataran Agung Besakih yang merupakan pura terbesar dengan tinggi bangunan 17 meter serta 18 pura pendamping yakini 1 pura basukian dan 17 pura lainnya. Adapun pura pendamping tersebut antara lain, Pura Pesimpangan, Pura Dalem Puri yang letaknya paling selatan dari Pura Penataran Agung, yaitu di sebelah barat sungai, Pura Manik Mas, Pura Bangun Sakti, Pura Ulun Kulkul, Pura Merajan Selonding, Pura Goa, Pura Banua Kawan, Pura Merajan Kanginan, Pura Hyang Haluh (Pura Jenggala), Pura Batu Madeg, Pura Batu Kiduling Kreteg, Pura Gelap, Pura Pengubengan, Pura Batu Tirtha, dan Pura Batu Peninjoan.
Menurut sejarahnya, Hyang Resi Markandya yang merupakan seorang pendeta adalah yang pertama kali menerima wahyu dari Tuhan. Sejak menerima wahyu tersebut, beliau mulai menyebarkan agama Hindu di Bali. Hal itu menjadi asal muasal adanya agama Hindu di Bali. Kononnya Hyang Resi Markandya juga membawa serta 8.000 rombongannya dari Jawa Timur untuk menetap di Bali. Oleh karena itu beliau membangun Pura Besakih untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan warga setempat dan pengikutnya kepada sang Tuhan.
Kompleks Pura Besakih ini merupakan pusat semua kegiatan keagamaan di Bali. Satu diantaranya perayaan Galungan yang diadakan setiap tahun sekali kala bulan Purnama. Perayaan tersebut dilakukan selama satu bulan penuh secara meriah. Di dalam kompleks Pura Besakih yang terdapat Pura Penataran Agung menjadi acuan dalam membangun suatu bangunan baik itu tempat tinggal maupun tempat usaha. Bangunan yang akan dibangun tidak boleh melebihi tinggi bangunan Pura Agung Besakih yaitu 17 m. Hal itu dikarenakan Pura Agung Besakih merupakan pura tertinggi yang dikhususkan untuk memuja Alam Atas (Dewa). Di kompleks Pura Besakih ini juga terdapat 3 arca yang merupakan symbol dari sifat Tuhan Tri Murti yaitu, Dewa Brahma, Wisnu dan Siwa Siwa yang merupakan perlambang Dewa Pencipta, Dewa Pemelihara dan Dewa Pelebur/Reinkarnasi. Pura Besakih masuk dalam daftar pengusulan Situs Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 1995.
Keberadaan fisik Pura Besakih, tidak hanya sebagai tempat pemujaan terhadap Tuhan YME, namun di dalamnya juga memiliki keterkaitan latar belakang dengan makna Gunung Agung. Sebuah gunung tertinggi di pulau Bali yang dipercaya sebagai pusat Pemerintahan Alam Arwah, Alam Para Dewata, yang menjadi utusan Tuhan untuk wilayah Pulau Bali dan sekitar. Sehingga tepatlah kalau di lereng Barat Daya Gunung Agung dibuat bangunan untuk kesucian umat manusia, Pura Besakih yang memiliki makna filosofis.
Adapun makna filosofis yang terkandung di Pura Besakih tersebut didalamnya mengandung unsur-unsur kebudayaan meliputi sistem pengetahuan, peralatan hidup dan teknologi, organisasi sosial kemasyarakatan, ,ata pencaharian hidup, sistem bahasa, agama dan upacara, dan kesenian.
Menurut sejarahnya, Hyang Resi Markandya yang merupakan seorang pendeta adalah yang pertama kali menerima wahyu dari Tuhan. Sejak menerima wahyu tersebut, beliau mulai menyebarkan agama Hindu di Bali. Hal itu menjadi asal muasal adanya agama Hindu di Bali. Kononnya Hyang Resi Markandya juga membawa serta 8.000 rombongannya dari Jawa Timur untuk menetap di Bali. Oleh karena itu beliau membangun Pura Besakih untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan warga setempat dan pengikutnya kepada sang Tuhan.
Kompleks Pura Besakih ini merupakan pusat semua kegiatan keagamaan di Bali. Satu diantaranya perayaan Galungan yang diadakan setiap tahun sekali kala bulan Purnama. Perayaan tersebut dilakukan selama satu bulan penuh secara meriah. Di dalam kompleks Pura Besakih yang terdapat Pura Penataran Agung menjadi acuan dalam membangun suatu bangunan baik itu tempat tinggal maupun tempat usaha. Bangunan yang akan dibangun tidak boleh melebihi tinggi bangunan Pura Agung Besakih yaitu 17 m. Hal itu dikarenakan Pura Agung Besakih merupakan pura tertinggi yang dikhususkan untuk memuja Alam Atas (Dewa). Di kompleks Pura Besakih ini juga terdapat 3 arca yang merupakan symbol dari sifat Tuhan Tri Murti yaitu, Dewa Brahma, Wisnu dan Siwa Siwa yang merupakan perlambang Dewa Pencipta, Dewa Pemelihara dan Dewa Pelebur/Reinkarnasi. Pura Besakih masuk dalam daftar pengusulan Situs Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 1995.
Keberadaan fisik Pura Besakih, tidak hanya sebagai tempat pemujaan terhadap Tuhan YME, namun di dalamnya juga memiliki keterkaitan latar belakang dengan makna Gunung Agung. Sebuah gunung tertinggi di pulau Bali yang dipercaya sebagai pusat Pemerintahan Alam Arwah, Alam Para Dewata, yang menjadi utusan Tuhan untuk wilayah Pulau Bali dan sekitar. Sehingga tepatlah kalau di lereng Barat Daya Gunung Agung dibuat bangunan untuk kesucian umat manusia, Pura Besakih yang memiliki makna filosofis.
Adapun makna filosofis yang terkandung di Pura Besakih tersebut didalamnya mengandung unsur-unsur kebudayaan meliputi sistem pengetahuan, peralatan hidup dan teknologi, organisasi sosial kemasyarakatan, ,ata pencaharian hidup, sistem bahasa, agama dan upacara, dan kesenian.
Bajra Sandi atau Monumen Perjuangan Rakyat Bali ini terletak di Renon, Jalan S. Parman, Denpasar, Bali atau terletak depan Gedung DPRD Provinsi Bali dan Kantor Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali.
Monumen Bajra Sandi didirikan untuk menghormati para pahlawan Bali yang telah gugur dalam melawan penjajah di masa kemerdekaan Republik Indonesia. Monumen ini juga sebagai lambang persemaian pelestarian jiwa perjuangan rakyat Bali dari generasi ke generasi dan dari zaman ke zaman.
Pembangunan Bajra Sandi ini tercetus pada tahun 1980 yang berawal dari ide Dr. Ida Bagus Mantra yang pada saat itu merupakan Gubernur Provinsi Bali. Kemudian pada tahun 1981 diadakan sayembara untuk desain terbaik monuman tersebut. Dari hasil syembara yang digelar, Ida Bagus Yadnya yang merupakan seorang mahasiswa Jurusan Aristektur, Fakultas Teknik Universitas Udayana berhasil memenangkan syembara tersebut. Lalu pada tahun 1988 dilakukan peletakan batu pertama yang kemudian diikuti dengan pembangunan monument Bajra Sandi. Selama kurang lebih 13 tahun, pembangunan Bajra Sandi akhirnya dapat diselesaikan yang disertai dengan peresmiannya oleh Presiden Megawati Soekarno Putri pada tahun 2003 lalu.
Lokasi berdirinya Monumen Bajra Sandi ini dulunya merupakan tempat pertempuran rakyat Bali dalam melawan pasukan penajajah. Perang tersebut dikenal dengan sebutan ‘’Perang Puputan’’ yang bearti perang habis-habisan. Oleh karena itu untuk menghormati para pahlawan yang telah gugur itu, didirikanlah Monumen Bajra Sandi ini.
Monumen Bajra Sandi memiliki luas bangunan 4900 m2 dengan luas tanah 138.380 m2. Di dalam Bajra Sandi ini dapat dilihat beberapa lukisan rakyat Bali yang sedang bertempur melawan penjajah, lukisan Gusti Ngurah Rai yang merupakan pahlawan nasional asal Bali, serta terdapat koleksi 17 diorama perjuangan rakyat bali yang memperlihatkan beberapa pertempuran seperti pertempuran di Pelabuhan Bulelang, Selat Bali, hingga perang Puputan Margarana.
Fasilitas yang tersedia di dalam monumen Bajra Sandi antara lain perpustakaan, stan makanan khas Bali, kerajinan tangan, kolam ikan dan toilet. Selain itu, tangga yang terdapat di dalam monumen ini dapat digunakan untuk menaiki bagian atas monumen yaitu menara. Dari atas menara tersebut, pengunjung dapat melihat pemandangan taman di Monumen Bajra Sandi ini serta melihat pemandangan kota Denpasar.
Kawasan Bedugul yang menyuguhkan keindahan alam pegunungan dan danau. Daerah yang berada diketinggian 1.200 meter memiliki iklim yang dingin dan selalu diselimuti kabut. Adapaun nama Bedugul berasal dari cerita rakyat yang mengisahkan pertempuran antara Patih dari Raja Mengwi melawan raksasa Sindurama. Pada pertempuran tersebut raksasa Sindurama tewas tersungkur dan membentuk bukit yang disebut Bukit Sungkur. Bukit yang menyerupai raksasa Sindurama itu menjadi asal muasal nama Bedugul.
Pada kawasan Bedugul ini terdapat sebuah danau yang terkenal dengan nama Danau Beratan Bedugul. Danau tersebut merupakan danau terdangkal di Provinsi Bali yakini hanya memiliki kedalaman 22 m dan luas 13,8 km dengan volume air danau 0,049 km3. Ia terletak di kawasan Bedugul, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali. Danau ini berada di jalur jalan provinsi dengan jarak sekitar 70 km/2,5 jam dari Bandara Internasional Ngurah Rai. Selain itu, letaknya yang dekat dengan Kebun Raya Eka Karya menjadikan Danau Beratan sebagai salah satu objek wisata yang paling diminati di Bali.
Danau Beratan ini menawarkan pemandangan yang unik dan menarik yaitu terdapat Pura Ulun Danu di tengah yang merupakan tempat pemujaan kepada Sang Hyang Dewi Danu yang di percaya sebagai Dewi Sri atau Dewi Kesuburan. Selain Pura Ulun Danu, pengunjung juga dapat menikmati pemandangan Gunung Karu dan villa terapung.
Untuk mengelilingi danau tersebut, pengunjung harus menyewa boat sebesar Rp. 25.000 per orang dengan durasi 30 menit. Apabila pengunjung tidak mengelilingi danau, dapat pula melakukan aktivitas lainnya yaitu memancing, berbelanja cendera mata ataupun dilukis oleh seniman yang ada di Danau Beratan tersebut.
Fasilitas yang tersedia di sekitar Danau Beratan ini antara lain pasar buah khas Bali, pasar cendera mata, restoran, tempat penyewaan boat, alat pancing, dan toilet serta mushola. Seperti pada tempat wisata lainnya, wisata Danau Beratan ini juga dikelola oleh desa adat dengan di bawah perhatian pemerintah setempat.
Pada kawasan Bedugul ini terdapat sebuah danau yang terkenal dengan nama Danau Beratan Bedugul. Danau tersebut merupakan danau terdangkal di Provinsi Bali yakini hanya memiliki kedalaman 22 m dan luas 13,8 km dengan volume air danau 0,049 km3. Ia terletak di kawasan Bedugul, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali. Danau ini berada di jalur jalan provinsi dengan jarak sekitar 70 km/2,5 jam dari Bandara Internasional Ngurah Rai. Selain itu, letaknya yang dekat dengan Kebun Raya Eka Karya menjadikan Danau Beratan sebagai salah satu objek wisata yang paling diminati di Bali.
Danau Beratan ini menawarkan pemandangan yang unik dan menarik yaitu terdapat Pura Ulun Danu di tengah yang merupakan tempat pemujaan kepada Sang Hyang Dewi Danu yang di percaya sebagai Dewi Sri atau Dewi Kesuburan. Selain Pura Ulun Danu, pengunjung juga dapat menikmati pemandangan Gunung Karu dan villa terapung.
Untuk mengelilingi danau tersebut, pengunjung harus menyewa boat sebesar Rp. 25.000 per orang dengan durasi 30 menit. Apabila pengunjung tidak mengelilingi danau, dapat pula melakukan aktivitas lainnya yaitu memancing, berbelanja cendera mata ataupun dilukis oleh seniman yang ada di Danau Beratan tersebut.
Fasilitas yang tersedia di sekitar Danau Beratan ini antara lain pasar buah khas Bali, pasar cendera mata, restoran, tempat penyewaan boat, alat pancing, dan toilet serta mushola. Seperti pada tempat wisata lainnya, wisata Danau Beratan ini juga dikelola oleh desa adat dengan di bawah perhatian pemerintah setempat.
Garuda Wisnu Kencana atau disingkat GWK ini merupakan pembangunan mega proyek patung terbesar di Bali, bahkan terbesar di dunia mengalahkan Patung Liberty. Patung tersebut menyerupai separuh badan dari Dewa Wisnu dan bagian kepala burung garuda. Patung ini terbuat dari lempengan besi dengan tinggi patung 146 meter dan lebar bentangan sayap garuda sebesar 66 meter serta beratnya yang mencapai 4 ribu ton. Patung ini diproyeksikan untuk mengikat tata ruang dengan jarak pandang sampai dengan 20 km sehingga dapat terlihat dari Kuta, Sanur, Nusa Dua hingga Tanah Lot. Patung tersebut dibangun sebagai simbol dari misi penyelamatan lingkungan dan dunia.
Pembangunan patung GWK ini dicetuskan oleh I Nyoman Nuarta yang merupakan seorang dosen Teknik di Institut Teknologi Bandung. Pembangunan mega proyek tersebut sudah dilakukan sejak tahun 1997 dengan target tahun 2005 dapat dituntaskan, namun hingga kini, pembangunan yang dilakukan baru mencapai 2 %. Hal tersebut karena adanya kendala pendanaan baik itu dari investor swasta maupun pemerintah.
Garuda Wisnu Kencana ini dibangun di atas Bukit Pecatu, Kabupaten Badung ketinggian 146 meter di atas permukaan tanah atau 263 meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah 250 hektar. Bukit Pecatu tersebut merupakan bukit kapur yang kemudian dibentuk dengan cara dibor sehingga menjadi suatu tempat dengan pemandangan yang eksotis. Dari area Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana ini pengunjung dapat pula menikmati pemandangan Kota Denpasar. Selain itu, sebagian batu kapur yang berdiri bak dinding ini hasil dari pengeboran yang ditata dengan berbagai ornamen, serta beberapa pahatan dan patung para dewa menjadikan lokasi ini sebagai daerah tujuan wisata yang sering dikunjungi.
Sebagai tempat beradanya patung Dewa Wisnu dan Garuda, serta Taman Budaya, GWK juga menjadi tempat pemberdayaan seni Indonesia serta tempat diadakannya pertunjukan Tari Kecak. Pada setiap hari, pengunjung yang datang ke GWK akan disuguhkan Tari Kecak dengan biaya Rp. 40.000 perorang, maka pengunjung sudah dapat menikmati tarian ini. Tari Kecak ini akan dibahas pada halaman berikutnya.
Pada GWK ini terdapat fasilitas yang memadai bagi para pengunjung seperti area parkir yang cukup luas, sarana berbelanja bagi pecinta shopping, teater, restoran, toilet, serta Exhibition Gallery yang memiliki luas 200 m2 terdapat 10 m2 halaman terbuka di dalamnya.
Tanah Lot ini merupakan satu diantara objek wisata di Bali yang tidak boleh dilewatkan untuk dikunjungi. Ia berada pada 13 km barat Tabanan yang tepatnya berada di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Di sebelah utara Tanah Lot ini terdapat dua buah pura berdiri di atas bongkahan batu besar dan di atas tebing yang menjorok ke laut mirip dengan Pura Uluwatu. Pura tersebut merupakan bagian dari Pura Dang Kahyangan yang sebagai tempat pemujaan dewa-dewa penjaga laut. Pura ini seringkali disebut sebagai pura laut karena letaknya berada di atas bongkahan batu, dan ketika air laut pasang, pura tersebut seolah-olah berada di tengah lautan.
Menurut lagenda, pura di Tanah Lot itu dibangun oleh seorang Brahmana yang bernama Dang Hyang Nirartha. Ia mengembara dari Pulau Jawa dan berhasil menguatkan kepercayaan penduduk Bali akan ajaran Hindu pada masa itu yang diikut dengan membangun Sad Kahyangan pada abad ke-16 silam. Pada abad itu, seorang penguasa Tanah Lot yang bernama Bendesa Beraben merasa iri terhadap Dang Hyang Nirartha karena banyak penduduk Bali yang pengikutnya yang mulai meninggalkannya dan mengikuti ajaran Dang Hyang Nirartha tersebut. Oleh karena itu dia meminta kepada Dang Hyang Nirartha untuk segera meninggalkan Tanah Lot. Permintaan tersebut disanggupi oleh Dang Hyang Nirartha. Namun sebelum meninggalkan Tanah Lot, beliau dengan kekuatan saktinya memindahkan bongkahan batu ke tengah pantai dan lalu membangun pura di atas bongkahan batu tersebut.
Selanjutnya, beliau juga mengubah selendangnya menjadi ular untuk menjaga pura tersebut. Karena rasa sayangnya terhadap pengikutnya, ia pun membuat air mata suci yang akhirnya dipergunakan masyarakat untuk mengaliri sawah mereka. Hingga kini ular dan air mata suci tersebut dapat dilihat di Tanah Lot ini.
Tanah Lot dengan pura lautnya tersebut hingga kini tetap menjadi primadonanya wisatawan yang gemar menikmati suasana matahari terbenam. Pasalnya Tanah Lot merupakan tempat yang sangat sesuai untuk menikmati pergantian siang ke malam tersebut. Saat ini bongkahan batu besar Pura Tanah Lot tersebut bukanlah batu karang yang asli, melainkan buatan. Karena bongkahan batu yang asli sudah terkikis oleh ombak, sehingga untuk tetap mempertahankan bongkahan batu yang tersisa dilakukanlah peremajaan berupa penambahan batu dan cakar ayam agar bongkahan batu tersebut tetap berdiri kokoh.
Selain menikmati keindahan dan keunikan Pura Tanah Lot, pengunjung juga dapat berbelanja di Pasar Tanah Lot dengan harga yang terjangkau. Selain itu pengunjung dapat pula melakukan aktivitas lainnya yaitu melihat berbagai spesis ular di Taman Ular.
Tanah Lot ini dahulunya dikelola oleh pihak swasta, namun manfaat yang diberikan tidak terlalu besar terhadap masyarakat sekitar, sehingga pemerintah mengambil alih kepemilikannya dan mengelola objek wisata Tanah Lot ini hingga sekarang.
Menurut lagenda, pura di Tanah Lot itu dibangun oleh seorang Brahmana yang bernama Dang Hyang Nirartha. Ia mengembara dari Pulau Jawa dan berhasil menguatkan kepercayaan penduduk Bali akan ajaran Hindu pada masa itu yang diikut dengan membangun Sad Kahyangan pada abad ke-16 silam. Pada abad itu, seorang penguasa Tanah Lot yang bernama Bendesa Beraben merasa iri terhadap Dang Hyang Nirartha karena banyak penduduk Bali yang pengikutnya yang mulai meninggalkannya dan mengikuti ajaran Dang Hyang Nirartha tersebut. Oleh karena itu dia meminta kepada Dang Hyang Nirartha untuk segera meninggalkan Tanah Lot. Permintaan tersebut disanggupi oleh Dang Hyang Nirartha. Namun sebelum meninggalkan Tanah Lot, beliau dengan kekuatan saktinya memindahkan bongkahan batu ke tengah pantai dan lalu membangun pura di atas bongkahan batu tersebut.
Selanjutnya, beliau juga mengubah selendangnya menjadi ular untuk menjaga pura tersebut. Karena rasa sayangnya terhadap pengikutnya, ia pun membuat air mata suci yang akhirnya dipergunakan masyarakat untuk mengaliri sawah mereka. Hingga kini ular dan air mata suci tersebut dapat dilihat di Tanah Lot ini.
Tanah Lot dengan pura lautnya tersebut hingga kini tetap menjadi primadonanya wisatawan yang gemar menikmati suasana matahari terbenam. Pasalnya Tanah Lot merupakan tempat yang sangat sesuai untuk menikmati pergantian siang ke malam tersebut. Saat ini bongkahan batu besar Pura Tanah Lot tersebut bukanlah batu karang yang asli, melainkan buatan. Karena bongkahan batu yang asli sudah terkikis oleh ombak, sehingga untuk tetap mempertahankan bongkahan batu yang tersisa dilakukanlah peremajaan berupa penambahan batu dan cakar ayam agar bongkahan batu tersebut tetap berdiri kokoh.
Selain menikmati keindahan dan keunikan Pura Tanah Lot, pengunjung juga dapat berbelanja di Pasar Tanah Lot dengan harga yang terjangkau. Selain itu pengunjung dapat pula melakukan aktivitas lainnya yaitu melihat berbagai spesis ular di Taman Ular.
Tanah Lot ini dahulunya dikelola oleh pihak swasta, namun manfaat yang diberikan tidak terlalu besar terhadap masyarakat sekitar, sehingga pemerintah mengambil alih kepemilikannya dan mengelola objek wisata Tanah Lot ini hingga sekarang.
Kintamani adalah objek wisata yang terkenal di Bali. Kintamani ini terletak di tengah-tengah Pulau Bali atau tepatnya di Kabupaten Bangli, Bali Selatan.
Kintamani ini berasal dari kata cintia dan asmani. Kata cintia bearti tak terpikirkan yang menggambarkan kewujudan Tuhan. Sedangkan kata asmani bearti pendeta yang merujuk pada pengabdian kepada Tuhan. Sehingga Kintamani menjadi tempat untuk melakukan pertapaan oleh para pendeta Hindu.
Kintamni terkenal karena pemandangan alamnya yang indah yaitu hamparan kaldera yang hitam dengan dua gunung serta satu danau yang terbesar di Pulau Bali. Gunung dan danau tersebut adalah Gunung Batur yang memiliki tinggi 1.717 m dan Gunung Abang dengan tingginya 2.152 m serta Danau Batur. Gunung Batur merupakan gunung berapi yang masih aktif dan pernah meletus dengan dahsyatnya pada tahun 1926. Akibat letusan itu terbentuklah kaldera seluas 13,8 x 10 m. selain itu letusan tersebut juga membentuk Danau Batur seluas 1.607,5 Ha. Semua keindahan akibat peristiwa alam itu menjadikan Kintamani terkenal di mata wisatawan nusantara maupun asing.
Selain memiliki pemandangan alam yang eksotis, Kintamani juga masih menyimpan keunikan lainnya yaitu dipinggiran timur Danau Batur misalnya berdiri sebuah desa yang memiliki adat tradisi yang cukup menarik. Desa tersebut bernama Desa Trunyan. Desa ini memiliki adat tradisi yang berbeda dengan masyarakat Bali pada umumnya yakini dari segi kepengurusan mayat. Jika masyarakat Bali pada umumnya melakukan Ngaben maka masyarakat Desa Trunyan justru tidak. Jika ada masyarakat Desa Trunyan yang meninggal dunia, mayatnya tidak akan dibakar melainkan diletakan di atas batu di samping Pohon Tarumenyan. Pohon tersebut diyakini dapat menyerap bau busuk yang dikeluarkan mayat tersebut. Meskipun begitu, adanya perbedaan adat tersebut karena Desa Trunyan tidak mendapat pengaruh kebudayaan dari Kerjaan Hindu Majapahit.
Kintamani ini sendiri dikelola oleh beberapa desa yaitu Desa Kedisan, Abang, Kintamani, dan Kuahan. Meskipun demikian, pengelolaan tersebut tetap di bawah perhatian Pemerintah Provinsi Bali. Saat ini pemerintah beserta desa adat tersebut sedang memperjuangkan kaldera yang menghampar luas itu agar diakui oleh UNESCO sebagai warisan sejarah dunia.
Fasilitas yang tersedia di Kintamani ini antara lain area parkir yang cukup luas baik itu untuk kendaraan pribadi atau bus, restoran yang menyajikan makanan halal, mushola, toilet, penginapan, serta warung-warung kecil penyedia makanan kecil atau minuman.
.......................................